Rabu, 21 Juli 2021

TERJERAT PINJAMAN ONLINE

Horor
Terjerat Pinjaman Online. “Mas … le-pas-kan du-lu,” ucap wanita itu terbata-bata, sambil terus memegang tali yang menjerat lehernya.

“Tidak!! Kamu harus jujur dulu, baru aku lepaskan,” ucapku dengan terus memegang erat talinya.


Wanita itu sampai terlihat kesulitan menelan ludahnya, “Sa-kit.” ucap wanita itu masih terbata-bata.


“Baiklah, aku akan melonggarkan ikatannya sedikit,  tapi kamu harus cerita yang sebenarnya.”

“Namaku ... Wahyuni.”


Wahyuni, seorang wanita muda berumur 25 tahun. Sejak umur 20 tahun, dia sudah bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Abu Dhabi. Selama dua tahun bekerja di sana, uangnya dia kumpulkan untuk membeli rumah yang sekarang ditinggalinya. Selain itu, untuk membiayai kebutuhan sehari-hari kedua orang tuanya dan sekolah adiknya.


Sebelum tiga tahun bekerja, Wahyuni memilih untuk pulang ke Indonesia. Seorang gadis yang membawa uang banyak pasti menjadi incaran pria-pria di kampungnya. Tidak butuh waktu lama, sampai akhirnya Wahyuni menemukan tambatan hatinya.


Mas Heru adalah pria yang berhasil menaklukannya. Dia bekerja sebagai buruh di pabrik tempe. Mereka pun akhirnya menikah dan tinggal di rumah Wahyuni.


Setelah menikah, Mas Heru meminta Wahyuni untuk kembali bekerja ke luar negeri. Daripada di Indonesia, sulit baginya mencari pekerjaan, apalagi ijazahnya hanya tamatan SD.


Wahyuni menolak, dia mencoba untuk membuka warung kecil-kecilan di depan rumahnya. Sayangnya pendapatan warungnya tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Adiknya pun terancam putus sekolah.


Dengan berat hati, akhirnya Wahyuni setuju untuk kembali bekerja di luar negeri. Namun dia ditolak, karena hasil medical check up menyatakan dirinya hamil.


Wahyuni senang sekali ketika mengetahui dirinya hamil, tapi tidak dengan Mas Heru. Dia meminta Wahyuni untuk menggugurkan kandungannya, karena kondisi keuangan mereka sedang morat-marit. Ditambah Mas Heru belum lama ini nganggur, setelah di PHK dari pabrik.


Wahyuni bersikeras untuk tetap memelihara calon bayinya itu. Apapun dia lakukan, mulai dari berjualan nasi uduk, sayur dan lain-lain. 


Selama masa kehamilan, Mas Heru lebih sering pulang malam, terkadang dalam keadaan mabuk. Wahyuni baru tahu kebiasaan buruk suaminya yang suka mabuk-mabukan dan berjudi. Seluruh perabotan rumah tangganya perlahan habis dijualnya, seperti TV, kulkas, rak sampai sofa.


Masalah semakin pelik, ketika adiknya datang meminta uang untuk membayar SPP yang sudah menunggak 6 bulan. Wahyuni kelimpungan mencari pinjaman, surat tanahnya pun sudah digadai oleh suaminya untuk menutupi hutang judi.


Ting!


Suara SMS masuk.


• Pinjaman Dana Cepat Cair Tanpa Angunan di PT Sejahtera Dengan Bunga 0.6% Perbulan Pinjaman Mulai 10jt - 1M Minat Chat WA: 08xxxxxxxxx7 •


Ketika Wahyuni membaca SMS itu, rasanya seperti mendapatkan angin segar. Dia lalu mengajukan pinjaman sebesar 10 juta. Dengan dalih biaya admintrasi dan macam-macam, bersihnya dia hanya mendapatkan 9.2 juta.


Uang itu digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah adiknya dan disimpan untuk biaya persalinan yang sudah dekat.


Sialnya, uang simpanannya itu diketahui Mas Heru. Dia mengambil semua uangnya. Entah bagaimana ceritanya, dalam semalam seluruh uangnya raib. 


Paginya Mas Heru, memaksa Wahyuni untuk berhutang lagi, ke aplikasi pinjaman online yang lain.


*


Hari yang dinanti pun tiba, saatnya persalinan. Wahyuni melahirkan seorang bayi laki-laki, yang diberi nama Harun. 


Sejak Harun lahir, Mas Heru sama sekali tidak pernah membiayainya.


Gali lubang tutup lubang, membayar tagihan pinjaman A dengan pinjaman baru. Itulah yang bisa dilakukan Wahyuni, sampai tagihannya terus membengkak. Wahyuni harus memiliki uang 3 juta seminggu, hanya untuk membayar bunga 10 aplikasi online yang dia hutangi.


Mas Heru? Dia lepas tangan, tidak pernah membantu Wahyuni untuk membayar hutang-hutangnya. Padahal dia yang paling banyak menikmati uang itu. Ketika ‘debt collector’ datang ke rumah pun dia hanya diam saja.


Para penagih utang itu, terus meneror Wahyuni, dengan SMS-SMS ancaman. Bahkan SMSnya disebarkan ke semua nomor yang ada di HP Wahyuni. Sampai akhirnya seluruh anggota keluarga pun tahu dan merasa malu. 


Atas desakan keluarga dan Mas Heru, Wahyuni disuruh untuk pergi bekerja menjadi TKW lagi. Wahyuni pun menurut, dia pergi mendaftar menjadi TKW ke Taiwan, karena dinilai gajinya lebih besar.


Singkat cerita, Wahyuni pun diterima. Namun dia harus tinggal di penampungan untuk belajar bahasa. Dengan berat hati, dia tepaksa meninggalkan Harun yang batu berusia satu bulan. Orang tuanya bersedia merawat Harun selama Wahyuni di penampungan.


Baru sebulan di penampungan, Wahyuni mendapatkan kabar kalau anaknya sakit. Lalu, dia meminta izin kepada kepala penampungan untuk pulang sebentar. Izin didapatkan, Wahyuni hanya diberi waktu dua hari di rumahnya.


Malam hari, ketika Wahyuni ada di rumahnya. Mas Heru tiba-tiba mengajak berhubungan intim, tentu saja Wahyuni menolak. Mas Heru mengancam, jika tidak dituruti, dia akan meninggalkannya. Wahyuni pun akhirnya menurut.


Harun sudah kembali sehat, mungkin hanya kangen dengan ibunya. Sehingga Wahyuni sudah bisa kembali ke penampungan.


Beberapa bulan di penampungan Wahyuni sakit, muntah-muntah. Kepala penampungan curiga, lalu melakukan medical ulang. Benar saja kecurigaannya, ternyata Wahyuni sedang hamil dua bulan.


Pihak Perusahaan membatalkan keberangkatan Wahyuni, dan menuntutnya ganti rugi. Orangtuanya tidak bisa berbuat apa-apa. Sudah malu akibat teror tagihan dan telepon dari pinjaman online, ditambah anaknya sekarang batal berangkat ke Taiwan.


Ketika mengetahui hal itu, Mas Heru malah melarikan diri. Kabarnya dia sudah menikah siri dengan wanita lain. Wahyuni pun hanya bisa menangis, menyesali perbuatan bodohnya ini.


*


“Udah Mir, lepasin aja! Kasian,” ucap Kakakku, ketika mendengar kisah menyedihkan dari Wahyuni.


“Jangan percaya, Kak. Dia bohong,” ucapku kembali mengencangkan ikatan di leher Wahyuni.


“Aaam-pun, to-long.” ucap Wahyuni dengan tatapan mengiba ke kakakku.


Aku menarik talinya, menyeret Wahyuni ke sebuah ruangan kosong di rumahnya. Lidahnya menjulur dan air liurnya pun terus menetes. Kakak yang melihatnya menjadi iba, dan berusaha mencegahku.


“Gara-gara kamu, rumah ini tidak ada yang mau beli,” ucapku sambil terus menariknya. “Sekarang kamu mau jujur lalu pergi atau tidak?” 


“Iy.-aa.” ucap Wahyuni.


Dalam keadaan depresi ditinggal suami, dibuang keluarga dan diacuhkan para tetangga. Wahyuni hanya bisa berdiam diri di dalam rumahnya. 


Pintu depan rumahnya tidak pernah dibuka, walaupun penagih hutang datang silih berganti. Wahyuni pun sudah putus asa. 


Dengan gelap mata, dia menaruh Harun di bak mandi yang kosong, lalu meninggalkannya dengan kran air yang menyala. Wahyuni pun pergi ke dapur mengambil seutas tali, lalu berjalan ke salah satu ruangan kosong.


Tetangga baru merasa curiga, ketika ada bau busuk menyeruak dari dalam rumah Wahyuni. Kemudian, warga mendobrak rumahnya, mendapati tubuh Wahyuni sudah membusuk, tergantung di ruang kosong. Nasib Harun tidak kalah naas, tubuhnya sudah membengkak dan membusuk di bak kamar mandi.


Semenjak kejadian itu, sering terdengar suara tangisan bayi dan wanita menangis di dalam rumah itu. Tangisan yang menyayat hati dari seorang Wahyuni.


*


“Lihat, Kak! niatnya mau lepas dari jeratan hutang ... sudah mati pun, leher Qorinnya masih terjerat tali. Itu gak akan bisa lepas, aku juga gak mau lepasinnya,” ucapku.


“Iya, salah dia sendiri ternyata, ampir aja ketipu.”


“Makhluk kaya begini, jago banget akting, biar dikasihani.”


“Terus gimana jadinya?” tanya Kakak.


“Aku pindahin aja ke gunung, biar gak ganggu warga sini.”


Sebelum memindahkannya ke gunung, aku sedikit melonggarkan ikatannya. Setidaknya itu bayaran dariku, karena dia sudah mau jujur.


Wahyuni pun tersenyum lebar, lalu tertawa melengking, 



SEKIAN



Share:

0 Comment:

Posting Komentar

-->